ekapuspitahandayani

Just another WordPress.com site

Hakikat PKN secara Ontologis, Epistimologis dan Aksiologis

Hakikat PPKN secara ONTOLOGIS

Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu mata kuliah yang sering disebut sebagai civic education, citizenship education dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy education. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, tentang system pendidikan nasional, serta surat keputusan Diretur jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pndidikan Nasional nomor 43/DIKTI/Kep/2006, tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi di Indonesia.

Dengan adanya penyempurnaan kurikulum

Hakikat PPKN secara EPISTIMOLOGIS

TEORI DAN LANDASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Secara historis-epistemologis, Amerika Serikat (USA) dapat dicatat sebagai negara perintis kegiatan akademis dan kurikuler dalam pengembangan konsep dan paradigma “citizenship education” dan “civic education”.Untuk pertama kalinya,yakni pada pertengahan tahun 1880-an di USA mulai diperkenalkan mata pelajaran “Civics” sebagai mata pelajaran di sekolah yang berisikan materi mengenai pemerintahan. Selanjutnya lahir sebutan-sebutan lain seperti civic education dan citizenship education . Istilah-istilah ” civics , dan “civic education”, lebih cenderung digunakan dalam makna yang serupa untuk mata pelajaran di sekolah yang memiliki tujuan utama mengembangkan siswa sebagai warga negara yang cerdas dan baik.

“Citizenship education” lebih cenderung digunakan dalam visi yang lebih luas untuk  menunjukkan “instruktusional effects” dan “nurturant effects” darikeseluruhan proses pendidikan terhadap pembentukan karakter individu sebagaiwarganegara yang cerdas dan baik.Dilihat visi lain perkembangan ” citizenship education” dan “civic education”, dalam kenyataannya secara historis-epistemologis tidak bisa dipisahkan dari perkembangan pemikiran tentang ” social studies/social studies education”, seperti dapat dilihat di USA. Mengenai saling keterkaitan antara “citizenshipeducation ” dan “civic education”  dan “social studie”, pada dasarnya ada dua pandangan utama. Pandangan pertama melihat ” citizenship education” dan “civiceducation” sebagai bagian dari ‘social studies”,dan pandangan kedua melihat “citizenship education dan civic education” sebagai esensi atau intidari ”

social studies”. Sementara itu secara epistemologis, sesungguhnya “Social studies” Mencermati perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia, sampai sejauh ini baik istilah yang dipakai, misi dan isi mata pelajaran “Civics” /Pengetahuan Kewargaan Negara, Pendidikan Kewargaan Negara,Pendidikan Moral Pancasila, dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan Pendidikan Kewarganegaraan yang berkembang selama hampir empat dasawarsa (1962-1998) menunjukkan terjadinya inkonsistensi pemikiran yang secara mendasar mencerminkan terjadinya krisis konseptual, yang tentunya berdampak padaterjadinya krisis operasional kurikuler. Keadaan ini mirip dengan situasi yang juga pemah dialami di Amerika Serikat, dimana ”

Civics, Civic Education, Citizenship Education, Social Studies/Social Science Education” sejak kelahirannya tahun1880-an sampai dengan terbitnya dokumen akademis NCSS (1994) ‘Curriculum Standards for Social Studies: Expectations of Excellence” dan dokumen akademis Civitas  (1994)  National Standards for Civics and Government. Tampaknya mereka telah berhasil mengatasi krisis konseptual dan kurikuler. Setidaknya mereka kini telah mencapai suatu konsensus akademis dan programatik yang pada gilirannya akan memandu terjadinya proses kurikulum yang Iebih koheren.

Dalam perkembangannya, Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perubahan-perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki isi dan tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Pada awalnya Pendidikan Kewarganegaraan muncul dengan istilah Pendidikan Kewiraan yang mulai berlaku pada tahun ajaran 1973/1974. Kemudian terus mengalami perubahan hingga berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan juga memiliki keterkaitan kurikulum dengan Pendidikan Pancasila, Pendidikan Moral Pancasila dan cabang Pendidikan lainnya.

Pendidikan Kewarganegaraan sudah diajarkan pada tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas  sejak tahun 1969 dengan sebutan kewargaan negara. Kemudian pada tahun 1975 sampai 1984 mengalami perubahan dengan nama Pendidikan Moral Pancasila. Pada tingkat Perguruan Tinggi berganti nama dengan istilah Pendidikan Kewiraan. Pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah bergangi nama dengan nama PPKN. Hingga pada tahun 2003, semua tingkat pendidikan menggunakan nama dan kurikulum yang baru dengan sebutan Pendidikan Kewarganegaraan hingga sampai saat ini. ( UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS ).

Dalam perkembangan Kurikulumnya, Pendidikan Kewarganegaraan beberapa kali diperbaharui. Tahun 2001, materi disusun oleh Lemhannas dengan materi pengantar dengan tambahan materi demokrasi, HAM, lingkungan hidup, bela negara, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional. Kemudian, Tahun 2002, Kep. Dirjen Dikti No. 38/Dikti/Kep/2002 materi berisi pengantar sebagai kaitan dengan MKP, demokrasi, HAM, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dalam dunia Perguruan Tinggi. Hal ini ditetapkan pada Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/kep/2000 tanggal 10 Agustus, menentukan antara lain:

1.Mata Kuliah PKn serta PPBN merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari MPK.

2.MPK termasuk dalam susunan kurikulum inti PT di Indonesia.

3.ata Kuliah PKn adalah MK wajib untuk diikuti oleh setiap mahasiswa pada PT untuk program Diploma/Politeknik, dan Program Sarjana.

 

Hal ini menjelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat dibutuhkan oleh para mahasiswa dalam mengembangkan jati dirinya sebagai warga negara Indonesia yang ikut berpatisipasi dalam membangun bangsa.

 

 

 

Hakikat PPKN secara AKSIOLOGIS

Manfaat dan tujuan dari PPKN

Berdasarkan keputusan DIRJEN DIKTI NO.43/DIKTI/Kep/2006, tujuan Pendiidikan Kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi misi dan kompetensi /manfaat sebagai berikut:

Visi Pendidikan Kewarganegaraan diperguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religious, berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta terhadap tanah air dan bangsanya.

Misi peendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nillai pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembankan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa bertanggung jawab dan bermoral.

Oleh karena itu kompetensi yang diharapkan mahasiswa adalah untuk menjadi ilmuan dan professional yang memiliki rasa kebanggaan dan cinta terhadap tanah air, demokratis, berkeadaban. Selain itu yang diharapkan agar mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan system nilai pancasila.

Berdasarkan pengertian tersebut maka kompetensi mahasiswa dalam pendidikan tinggi tidak dapat dipisahkan dengan filsafat bangssa.

 

Tinggalkan komentar »